Jumat, 13 Februari 2009

SEBONGKAH BATU YANG TERTANAM DI DEPAN PINTU


Siapapun  yang berkunjung kerumahku akan melihat dan bertanya...:

"Kenapa kau tanam sebongkah batu besar di depan pintu? Bukankah itu akan menghalangi langkah siapa saja yang akan berkunjung kerumahmu?"

Dan aku akan menjawabnya dengan tersenyum...Dan telah ribuan kali aku tersenyum sama persis. Tiap kali mereka datang dengan pertanyaan yang sama.

Sampai kemudian suatu hari, seorang pengelana berjubah kuning, tubuh yang ceking kerempeng melintas didepan rumahku.

Sesaat dia memperhatikan bongkahan batu yang tertanam di depan pintuku. Keheranan tak tersembunyi dari mata lembutnya, langkah tenangnya kini terhenti.... "kenapa kau tanam batu di depan pintu?" tanyanya tanpa basa-basi.

Dan...jelas aku segera menjawabnya dengan tersenyum, selalu begitu.

"Tidakkah kau takut batu itu tumbuh dan menutup pintumu? Menghalangi perjalanan yang mesti kau lakukan?"

Kali ini aku tak bisa hanya tersenyum..."Biarlah...toh aku tak pernah sekalipun melihat batu bisa tumbuh besar seperti ketakutanmu itu."

Kini dia tersenyum...mata lembutnya terlihat memancarkan sinar tajam...entah kenapa. Sebelum kesan lain tertangkap, dia beranjak pergi

"Ha.ha.ha...ada-ada saja pengelana itu. Aku yang menanam, malah dia yang takut. Lagipula, semenjak kapan ada batu bisa tumbuh?"

Esoknya...aku dibuat kaget. Batu itu tlah berubah sedikit lebih besar dari kemarin. Hanya sedikit, atau mungkin hanya perasaanku, penglihatanku saja yang tertipu...tersugesti kata-kata pengelana itu...sialan. Lalu aku melupakan batu itu seharian.

Pada hari berikutnya  aku jadi peduli lagi. Kini nampak sekali bahwa batu itu benar-benar tumbuh  membesar. Tusap n'Dai yang kebetulan lewat juga membenarkan kecurigaanku. Ya...batu itu kini benar-benar tumbuh...membesar.

Beberapa hari kemudian, ketakutanku mulai menyergap. Jelas sekali ruang gerak keluar masuk pintu semakin sempit. Hingga aku benar-benar tak bisa lewat, tak bisa keluar samasekali. Dengan bergegas kuambil palu besar di gudang. Beberapakali kuhantamkan sekuat tenaga, berharap batu itu pecah, tapi benturan palu itu tak menggoyahkannya. Bahkan batu itu seperti tak peduli usahaku. Dia terus membesar dan membesar lagi. Mengurungku dalam rumahku sendiri, menghalangi perjalananku....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar